Senin, 28 September 2009

Antara Ada dan Tiada

“Ayahanda, kenapalah nasib Ananda seperti ini, sungguh, ananda tidak kuat Ayahanda.” Hanif mencoba kuat, ketika mengadukan kondisinya kepada sang Ayahandanya.

“Ananda, mujahid bukan?” dari jauh terdengar tanya dari Ayahandanya. “Mujahid harus kuat sayang, dia akan siap menghadapi segala tantangan yang datang dari luuar maupun dari dalam dirinya.” Nasihat lembut yang justru semakin menderaskan air mata Hanif.

“Iya Ayahanda, Hanif ini mujahid, tapi mujahid itu manusia juga, Ayahanda!”

“Ingat lah sayang, Ananda bukan hanya mujahid, tapi seorang da’i, tidak ingatkah Allah berkata di dalam surat cinta-Nya. Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha.” Jawaban dari sang Ayahanda semakin mengiris dalam dada dan ulu hati Hanif. Kerinduan kepada Ayahandanya, kekecewaan kepada keluarga yang ada bersamanya saat ini semakin menderaskan air matanya.

“Tapi Ayahanda. Ananda sudah bosan rasanya menghibur diri. Mereka mengira tawa ini adalah tawa ikhlas, mereka tidak tau hati nanda selalu menangis, bilamana diri ini tak beriman ananda ingin mati saja.” Jawab Hanif dengan bibir yang semakin kelu.

“Istighfar sayang, adakah Umar pernah berucap demikian? Hiburlah dirimu! Ayahanda percaya, ananda bisa, karena dalam darah ananda ada darah Ayahanda.” Ujarnya…

“Janganlah sesekali berlepas dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Dia sayang pada Ananda, tanya pada diri ananda, terlalu banyak nikmat Allah untuk kita berlaku sedih.” Tambahnya.

Hanif terus menangis, apa yang ingin dia sampaikan sebenarnya tidaklah patut sang Ayahanda mengetahuinya. Dia sedang bingung, antara membela sang ibu atau sang ayah tirinya. Semakin lebamlah kantung matanya. Hanif sudah tak sanggup bicara lagi, perihnya mata semakin membuatnya tak bisa terlelap.

“Dengarlah sayang, ambillah pelajaran dari setiap permasalahan yang ada di depan mata, hikmahnya, jangan sampai hal buruk yang Ananda lihat terulang dalam hidupmu .”

“Ayahanda tahu masalah apa yang sedang ananda fikirkan. Ingat sayang! Allah cinta padamu… yakinkan dalam dirimu… kuatlah sayang, Ayahanda sayang ananda!” tambahnya

Hanif semakin seperti anak kecil, dia ingin sekali memeluk Ayahandanya, tapi apalah daya, mereka sudah berjauhan. Hanif hanya bisa berteriak, dia merasa kelemahan dalam dirinya semakin nyata. “

“Allah, berikan kekuatan kepadaku, karena hanya Engkau tempatku memohon.” Ujarnya sembari menatap langit malam, mushaf yang mulai lusuh itu kembali dia rengkuh dan bersenandung bersama-Nya.

5 Silakan Kritik dan Sarannya ^_^:

ennykus mengatakan...

Lagi kangen ma ayahmu ya? Temuin aja, malik. Luangkanlah waktu untuknya.

kuncen blog mengatakan...

ni kan cerpen. . .

ennykus mengatakan...

Hayo ngaku....

kuncen blog mengatakan...

mau nulis cerpen, tapi entah kenapa mulainya susah, endingnya payah... huahaha.... seperti kata lagu Dygta "Pecundang Sejati"

ennykus mengatakan...

Wah, lagu bagus itu.

Jadi, bagusan mana cerpenmu ma cerpenku?
*halah, cerpenku yang mana?*

Posting Komentar

Katakan Apa Yang Ingin Anda Katakan... ^_^

No Copyright@

Hak Cipta Dilindungi Allah SWT, Bila Ada Salah Kata Mohon Dimaafkan. Lagi Belajar sich ^_^
Diterima Cacian, Makian, Saran dan Kritik
Email: abu.aifah1@gmail.com
CP/Whatsapp :
0821-7816-9560

KPR Non Ribawi Jambi

 

.:: Inspirasi Bang Malik ::. Published @ 2014 by Bang Malik

Blogger Templates