Ujian dan Waktu (Perasaan Kami)

Di mana pun kita berdiri, di situ pasti ada aral sebagai susunan anak tangga menuju tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Anak tangga inilah yang satu per satunya merupakan batu uji yang berkesesuaian, di mana seseorang berada. Siswa sekolah, diuji dengan pengulangan kembali mata pelajaran yang ia dapat dari para guru; mahasiswa diuji oleh dosen; pekerja kantor oleh atasannya, untuk melihat sejauh mana daya serap dan aplikasi mereka atas segala teori.

Tapi, tak hanya ujian konkret yang menerpa. Lingkungan juga melempari kita dengan berbagai amunisi cobaannya. Segala yang mati dan hidup mempermainkan emosi, memancing reaksi apa gerangan yang kita lahirkan. Lalu, bermunculanlah yang jatuh karena lisan; yang menjauh karena ambang sabarnya telah tercapai; yang mati asa sebab tiada lagi stok iman.

Selepas bergelut dengan ujian, kita dihadiahi bingkisan libur berisi waktu. Sebongkah bingkisan yang bisa menyelamatkan atau malah membuat tenggelam. Ada yang pulih dan dinyatakan lulus setelah waktu menggilas masa buruknya. Tapi ada juga yang terpilin, bahkan patah. Ternyata, waktu tak selamanya berbuat serupa penawar. Kadang ia menjadi racun yang melarutkan luka, lalu membenam nanah dalam gundukan kulit yang dikira telah pulih.

Kadang ujian menyempitkan waktu, kadang waktu melahirkan ujian-ujian baru. Yang rela menghabiskan waktunya untuk mengurusi urusan yang bukan haknya, menjustifikasi yang bukan kapasitasnya, melabelisasi yang bukan wilayahnya, tentu melahirkan macam ujian untuk sekitarnya. Ia kira waktu bisa begitu saja menghapus luka yang ia cipta, padahal paku tak pernah bisa meratakan kembali kayu yang telah ia bolongi.

Kepada ‘pemerhati’ flp jambi