Kamis, 28 Mei 2009

Don’t Judge The Book From The Cover

Sebuah Cerpen KONTROVERSI


Malam itu aku kelabakan, layaknya pembalap, aku tikung semua kendaraan yang ada dihadapanku. Karena hari senin aku harus presentasi, buku yang aku Photo copy dipinjam oleh seorang akhwat teman sekelasku. Hingga tak ada cara lain selain harus kerumahnya.

Saat memasuki lorong daerag tempat dia ngekos, aku melihat dia sedang berdiri diteras bersama seorang cowok, yang setelah aku masuk ke halaman bedeng itu ternyata aku mengenalnya. Pada saat itu aku biasa saja. Tapi dia yang melihatku langsung berlari bersama si Akhwat kedalam rumah itu.

“ What happen ayak naon tuh kakak?” bathinku
“ Assalamu’alaykum.” Sedikit pelan suaraku, karena pintu sedang terbuka.
“Wa’alaykumsalam.” Jawab temanku yang kami sama-sama baru di Tarbiyah. “Ada Apa Fan” tanyanya kepadaku
“Aku mau ngambil buku photo copy aku tadi!” bahasa kami masih seperti biasanya, tidak pakai ane-ente seperti teman-teman di Tarbiyah yang lain. “Mana Akhi Toni tadi” Tanyaku pada Meri. Namun dia berusaha mengelak dan tidak pura-pura tidak mengerti, hal itu membuat aku curiga. Dari pintu rumahnya, aku teriak memanggil Akh Toni. Namun dia tak kunjung keluar.
“Jangan bohong, aku liat kok tadi kamu berdua akrab nian di teras.” Ujarku. Dengan berbagai nasihat aku berikan. Karena setelah di Tarbiyah aku benar-benar enggan masuk kerumah temanku yang perempuan bila mereka tinggal dikost-an sendiri. Bahkan yang memiliki rumah sendiripun aku selalu serba salah. Karena aku takut fitnah. Mungkin aku tidak berbuat apa-apa, tapi orang yang melihat bisa saja punya penilaian yang beragam. Akhirnya dia mengakui kalau Akh Toni ada didalam rumahnya.
“Woi, Akh Toni, keluarlah, ngapain didalam tuh? Rumah akhwat nich?” teriakku yang entah kenapa rasa respek itu hilang seketika.
“Huss, sudahlah, diaa kesini karena ada temen sekamar aku yang sekelas dengan dia. Kayak kita ini lah.” Jawabnya yang membuat curigaku sedikit reda.

Aku terus ber-husnusdzhon mudah-mudahan benar apa yang dikatakan temanku itu. Hanya saja bila benar seperti itu kenapa dia harus sembunyi dengan cara masuk kedalam rumah temanku itu. Lalu akupun pulang dengan jutaan dzhon-dzhon yang berkeliaran di dada.


***

Sore Minggu aku mampir ke gedung sekretariatan organisasi kami di kampus. Ketika disana aku bertemu beberapa teman-temanku tak ketinggalan Akh Toni. Kulihat dia sedang serius melihat temanku yang bermain Game di komputer sekre.

“ Wey, antum semalem kenapa liat ane langsung lari kedalam rumah Ukhti Meri? Langsung saja sehabis bersalaman aku menegur dia. Tapi jawaban yang aku dapat sungguh tidak mengenakkan.
“Ane tuh takutnya nanti antum su’udzhon sama ane” jawabnya dihadapan teman-teman yang lain.
“Antum tuh yang su’udzhon sama ane, ane sama sekali nggak ada su’udzhon sama antum malam tuh. Cuma heran ajha, kenapa antum malah ngumpet setelah melihat ane?” Jawabku langsung.
“Padahal sebenarnya kalau memang antum nggak ada apa-apa disana, tak perlu lah lari, bahkan masuk ke rumah akhwat, ingat akh walau Tarbiyah dia belum matang bukan berarti kita seenaknya saja, itu sama aja dengan standard ganda, dengan akhwat yang sudah matang tarbiyah kita berhijab, tapi dengan yang baru kita bebas tanpa batas. Mikir nggak ente kalau dia bisa dapat fitnah dari tetangga-tetangganya? Itu makanya ane lebih baik berdiri diluar teras.” Tambah ku lagi.
“antum sendiri ngapain malam Minggu kerumah Ukh Meri?” Tanyanya padaku dengan nada lumayan tendensius.

Mendengar pertanyaannya, seakan-akan dia ingin membawa aku pada lingkaran fitnah juga, dan hal tersebut malah membuatku makin tidak bisa respek lagi kepadanya. Padahal dulu rasa respek itu begitu tinggi, sewaktu pertama kali aku mengikuti kegiatan Rohis kampus.

“Seperti yang antum liat, ane ngambil buku yang dia pinjem untuk di Photo Copy, masalah kuliah akh, dan itu sangat urgen, karena senin ane harus presentasi, dan bahannya ada di buku itu.” Jawabku
“ Nah, samalah dengan ane, ane juga ada keperluan kuliah ketempat dia, sekamarnya kan teman sekelas ane.” Alasan dia padaku.
“ Ya sudahlah akh, ana Cuma mengharap antum jangan seperti itu lagi, ingatlah mereka itu bukan muhrim kita, kalaupun antum ada perlu cukup diluar pintu, bukan malah masuk kerumahnya, ikhwah yang lain kalau melihat ulah antum pasti heran juga “. Jawabku pula, dan kemudia meninggalkan dia yang masih didepan monitor komputer.

Setelah beberapa jam di sekretariat, aku pun pulang kerumah tepat setelah menyelesaikan sholat maghrib bersama teman-teman yang lain. Sebenarnya benakku masih berisi tentang kejadian tertangkap basahnya temanku sesama aktivis di kampus, walau berusaha untuk berhusnusdzhon.

***

Senin pagi hujan benar-benar lebat dari jam empat shubuh, langit tampak begitu gelap, halilintar saling bersaut-sautan. Deraian air hujan membasahi tanah Jambi yang tiga hari lalu didera kekeringan, panas yang hingga menembus ubun-ubun kepala.

Dengan berlari kecil, aku menuju persimpangan jalan dari arah rumahku menanti angkutan umum yang biasa mengantarku hingga ke kampus. Selama dalam perjalanan bibir ku terus komat-kamit berharap dosen jam pertama belum masuk kelas.

“ Fan, u dmn? Sklian SMS Mister ya masuk nggak hri nee!” Satu SMS masuk ke HandPhone ku yang sedikit membuat aku lega karena dosen yang masuk jam pertama belum datang, mungkin tempat tinggalnya masih hujan lebat.

Turun dari angkutan umum, aku langsung menuju gedung perkuliahan, hari itu suasana sangat mendung.

“ Ukh, pinjem HandPhone mu sebentar, aku nggak ada pulsa nich mau SMS dosen.” Pintaku agak sedikit kaku, karena nggak biasanya aku memanggil dia dengan sebutan Ukhty.

Langsung saja dia berikan HandPhone itu kepadaku dengan terburu-buru, karena dia akan pergi ke kantin bersama teman yang lain.

“Sekalian titip, oiya jangan buka SMS-nya ya, awas lho!” Begitu pesan dia ketika memberikan HandPhone tersebut padaku.
“Siipp lah, takut banget sich, tenang ajha ntar aku baca semua SMS mu.” Jawab ku sambil nyengir nggak jelas.

Duduk dibawah pohon Jati di samping gedung kelas, dengan menempelkan Hp daguku. Aku memikirkan kata-kata yang pas untuk mengirim SMS kepada dosenku tersebut. Ketika hendak memulai menulis, aku dikagetkan dengan bunyi HandPhone yang berada digenggamanku, karena pada saat itu aku mikirnya sambil melamun.

Tombol HandPhone terkunci, aku bingung hendak membukanya, sembarang pencet tombol namun tak kunjung terbuka. Akhirnya kupanggil temanku yang sama-sama memiliki HandPhone sejenis dengan temanku yang akhwat tadi.

“Sudah nich, ada SMS tuh masuk, dasar kampungan lo Fan!” Ledek si Dani yang satu angkatan namun kami beda kelas.
“Danke bro!” Ucapku disertai acungan jempol kepadanya.

Bukan sampai disitu, akupun bingung untuk masuk ke Menu pilihan dari HANDPHONE tersebut, akhirnya sembarang pencet, malah terbuka SMS yang baru masuk tadi. Isengku kumat, aku baca isi SMS tersebut. Semula aku sambil tersenyum saja membaca SMS yang bagiku sangat norak tersebut, apalagi nama dari pengirim diberi nama “~My~Husband~”.

“ afwan dech, jgn patah semangat gtu lah, adx hrs semangat ya,. kk syang adx”

Awalnya aku biasa saja menanggapi SMS tersebut. Bathinku Cuma bilang, maklum lah kita masih sama-sama baru di Tarbiyah, so punya pacar karena kita belum faham. Toh aku sendiri waktu semester tiga itu masih suka muncul-muncul virus merah jambu. Namun akhirnya setelah beberapa kali mengikuti Dauroh apalagi kita pembahasan sudah masuk pada materi Syahadatain membuat aku keringat dingin serta tidak henti-hentinya beristighfar, karena kusadar ternyata selama ini aku belum bersyahadat dengan benar.

Setelah kukirim SMS kepada dosenku tersebut, isengku kembali kumat. Aku buka SMS itu lagi, karena aku begitu penasaran dengan tema yang mereka bicarakan. Setelah lima SMS terbaca, aku begitu heran, karena bahasa SMS itu layaknya bahasa SMS kakak-kakak aktivis dakwah yang lain.

Akhirnya, aku buka HandPhone ku, lalu aku check nomor tersebut, dan muncullah satu nama yang membuat aku bak disambar petir dipagi yang mendung itu. Ternyata Akh Toni yang pada malam Minggu itu tertangkap basah olehku bertandang kerumah teman sekelasku Ukhty Meri yang masih sangat awam terhadap manhaj Tarbiyah. Sungguh, Don’t Judge th Book from the Cover, hati orang siapa yang tahu.
Fin

4 Silakan Kritik dan Sarannya ^_^:

Anonim mengatakan...

waaahh.. jadi mereka pacaran ya...

Anonim mengatakan...

namanya juga cerpen

Sulthan MaLiK mengatakan...

Nama dan Kejadian adalah Fiktif Belaka

Bila ada Kesamaan Peristiwa Mohon Maaf

Saya Lagi Belajar Nulis

hehe

Jakoz Beyik mengatakan...

iyalah. kalo bung sulthan emang pengen jadi kayak anton chekov,hu..hu...ga nyambung saya.

Posting Komentar

Katakan Apa Yang Ingin Anda Katakan... ^_^

No Copyright@

Hak Cipta Dilindungi Allah SWT, Bila Ada Salah Kata Mohon Dimaafkan. Lagi Belajar sich ^_^
Diterima Cacian, Makian, Saran dan Kritik
Email: abu.aifah1@gmail.com
CP/Whatsapp :
0821-7816-9560

KPR Non Ribawi Jambi

 

.:: Inspirasi Bang Malik ::. Published @ 2014 by Bang Malik

Blogger Templates